BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang Masalah
Kualitas pendidikan kimia di Indonesia saat ini masih
merupakan salah satu bahan yang menjadi perhatian para ahli pendidikan kimia di
sekolah. Pemahaman konsep kimia dan pembelajarannya yang dilaksanakan di sekolah-sekolah
kita sampai saat ini rasanya sulit untuk menghadapi masa depan yang serba tidak
diketahui. Guru cenderung hanya memberikan/memindahkan informasi
sebanyak-banyaknya kepada siswa sehingga konsep-konsep, prinsip-prinsip dan
aturan-aturan dalam kimia terkesan saling terisolasi dan tidak bermakna.
Menurut
Marsetio (dalam Trianto, 2010) Kimia merupakan salah satu rumpun IPA yang
dibangun atas dasar produk ilmiah, proses ilmiah, sebagai produk dan sebagai
prosedur. Sebagai proses dapat diartikan semua kegiatan ilmiah untuk
menyempurnakan pengetahuan maupun menemukan pengetahuan baru. Sebagai produk
diartikan sebagai hasil proses berupa pengetahuan untuk penyebaran pengetahuan.
Sebagai prosedur dimaksudkan adalah cara yang dipakai untuk mengetahui sesuatu.
Bagi
kebanyakan siswa sekolah menengah, kimia dianggap sebagai mata pelajaran yang
sulit. Hal ini mungkin disebabkan oleh penyajian materi kimia yang kurang
menarik dan membosankan, sehingga terkesan ‘angker’, sulit, menakutkan dan
akhirnya banyak siswa yang kurang menguasai konsep dasar kimia (Lubis, 2007).
Penggunaan
praktikum sangat penting dalam kegiatan pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam
khususnya Ilmu Kimia. Ilmu Pengetahuan Alam merupakan bidang yang mengkaji
fakta-fakta empiris yang ada di alam, sehingga untuk mempelajarinya harus
melalui pengkajian di laboratorium yang didesain sebagai miniatur alam. Selain
kegiatan laboratorium yang merupakan sarana untuk mengembangkan dan menerapkan
keterampilan proses IPA, membangkitkan minat belajar dan memberikan bukti-bukti
bagi kebenaran teori atau konsep-konsep yang telah dipelajari mahasiswa
sehingga teori atau konsep-konsep tersebut menjadi lebih bermakna pada struktur
kognitif siswa (Nugraha, 2008).
Eksperimen/praktikum
adalah salah satu cara mengajar kepada siswa dan siswa melakukan percobaan
tentang sesuatu hal, mengamati prosesnya serta menuliskan hasil percobaannya. Eksperimen
adalah cara penyajian pelajaran kepada siswa dimana siswa melakukan percobaan
dalam mengalami dan membuktikan sendiri sesuatu yang dipelajari. Berdasarkan
pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa eksperimen adalah penyajian pelajaran
kepada siswa, siswa melakukan percobaan dengan mengalami dan membuktikan
sendiri mengenai suatu materi atau masalah, sehingga siswa dapat mengetahui dan
mengerti tujuan pembelajaran melalui kegiatan eksperimen (Roestyah, 1986).
Salah
satu usaha yang dapat digunakan untuk dapat membuat siswa tertarik untuk
belajar kimia (meningkatkan minat dan rasa ingin tahu siswa terhadap materi
yang dipelajari) dan mengajak siswa terlibat penuh dalam kegiatan pembelajaran
adalah dengan menerapkan metode praktikum dalam pembelajaran. Metode praktikum
merupakan salah satu metode pembelajaran yang menyajikan suasana konkrit dalam
memverifikasi, mengembangkan suatu konsep dan merupakan wahana untuk memperkuat
kompetensi kognitif, afektif dan psikomotor siswa. Metode praktikum ini lebih
menekankan kepada pendekatan keterampilan proses dalam proses pembelajaran
(Puskur, 2003).
Keunggulan
metode praktikum adalah memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengalami
sendiri atau melakukan sendiri mengikuti suatu proses, mengamati suatu objek,
menganalisa, membuktikan secara menarik kesimpulan sendiri tentang suatu objek,
keadaan dan proses sesuatu. Manfaat dari praktikum diantaranya membangkitkan
minat dan aktivitas belajar siswa serta memberikan pemahaman yang lebih tepat
dan jelas (Sembiring,2008).
Dengan diberlakukannya ujian praktikum
sebagai salah satu syarat kelulusan bagi siswa kelas XII SMA, sekolah dituntut
untuk siap dalam menghadapi ujian praktikum kimia sesuai standar kompetensi
kelulusan. Bentuk kesiapan sekolah yaitu menyediakan laboratorium kimia yang
memenuhi jenis minimal peralatan dan bahan praktikum kimia dan standar jumlah
peralatan dinyatakan dalam rasio minimal jumlah peralatan dan bahan kimia per
siswa. Ada kira-kira 20 topik kimia yang ideal yang dapat dilakukan oleh siswa
SMA selama mereka belajar kimia di SMA, namun kenyataannya hanya 3,6% siswa melakukan
labih dari 10 kali praktikum selama menjalani pendidikan di SMA (Jahro, 2009).
Penuntun
Praktikum perlu didesain sedemikian rupa sehingga menarik, sesuai dengan
kebutuhan siswa, mudah dilaksanakan dan tidak terlau banyak membutuhkan alat
dan bahan. Penuntun Praktikum merupakan suatu pedoman dalam melaksanakan
praktikum dan juga sebagai alat evaluasi dalam kegiatan belajar-mengajar. Untuk
itu perlu disusun suatu pedoman penuntun praktikum kimia dengan cara meriview
semua dokumen/buku tentang pengelolaan laboratorium kimia yang ada selama ini.
Berdasarkan
uraian permasalahan diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang
berjudul “Pengembangan dan Standarisasi
Penuntun Praktikum SMA Kelas X Semester II”
1.2
Identifikasi
Masalah
Berdasarkan
latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka timbul pertanyaan-pertanyaan
yang perlu dicari jawabannya yaitu: Bagaimanakah model dan isi buku Penuntun
Praktikum Kimia yang digunakan di beberapa sekolah di kota Medan? Bagaimana
seharusnya model buku petunjuk praktikum kimia yang baik sesuai dengan tuntutan
KTSP? Apakah buku penuntun praktikum kimia dapat membangun pemahaman siswa
terhadap teori yang diterima dalam kelas? Apakah buku petunjuk praktikum kimia
dapat dilaksanakan dengan fasilitas laboratorium yang sederhana? Apakah waktu
yang tersedia mencukupi untuk praktikum? Apakah buku petunjuk praktikum kimia
mudah dipahami dan aman dilaksanakan?
1.3
Rumusan
Masalah
Untuk
memberikan arahan yang dapat digunakan sebagai acuan dalam penelitian, maka
dibuat rumusan masalah sebagai berikut:
1. Materi
kimia apa saja yang layak dilakukan dengan metode praktikum agar mendukung
penyampaian materi sehingga mudah dipahami siswa dalam pembelajaran?
2. Bagaimana
susunan Penuntun Praktikum Kimia SMA yang
sesuai dengan tuntutan KTSP untuk dipergunakan di SMA?
3. Bagaimana
Penuntun Praktikum Kimia yang layak dan menarik, mudah dilaksanakan, aman bagi
praktikan sewaktu pelaksanaan dan dapat membantu siswa kelas X dalam
mempelajari kimia?
4. Apakah
penuntun praktikum yang telah disusun dan diuji coba dapat meningkatkan minat
siswa untuk mempelajari kimia?
1.4
Batasan
Masalah
Agar
penelitian memberikan arah yang tepat, maka masalah perlu dibatasi sebagai
berikut:
1. Masalah
penelitian dibatasi pada materi kimia SMA kelas X semester genap sesuai pertimbangan
ilmiah yang mendukung materi kimia yang relevan dan dapat di praktikumkan.
2. Uji
coba buku penuntun praktikum kimia dilakukan secara mikro pada mahasiswa yang
terpilih sesuai tujuan penelitian pada materi pokok Reaksi Reduksi-Oksidasi.
3. Menyusun
buku petunjuk praktikum kimia SMA kelas X semester genap, yaitu mengembangkan
dari buku petunjuk yang telah ada.
1.5
Tujuan
Penelitian
Tujuan
dari penelitian ini adalah :
1. Untuk
mengembangkan buku Penuntun Praktikum kimia SMA kelas X semester genap sesuai
dengan tuntutan KTSP
2. Menstadarisasi
buku Penuntun Praktikum kimia kelas X semester genap sesuai dengan tuntutan
KTSP
3. Menyusun
buku Praktikum Kimia kelas X semester genap yang dipergunakan sebagai pendukung
pembelajaran di sekolah
1.6
Manfaat
Penelitian
Adapun
manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
1.
Bagi Guru
Dapat
dijadikan sebagai bahan pertimbangan sekaligus media bagi guru bidang studi
kimia dalam melaksanakan praktikum di sekolah.
2. Bagi
Siswa
Dapat
menuntun siswa dalam melaksanakan praktikum kimia dan meningkatkan prestasi
belajar kimia siswa.
3. Bagi
Peneliti
Menambah pengetahuan dan pengelaman
peneliti untuk menyusun buku panduan praktikum.
4. Bagi
Peneliti Lain
Hasil penelitian ini
diharapkan dapat memberikan gambaran bagi peneliti lain yang penelitiannya
berkaitan dengan pengembangan penuntun praktikum pada topik kimia lainnya.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP)
Muslih (dalam
Situmorang, 2007) menyatakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan merupakan
penyempurnaan dari kurikulum 2004 (Kurikulum Berbasis Kompetensi) adalah
kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan
pendidikan/sekolah. KTSP
dikembangkan sesuai dengan satuan pendidikan, potensi sekolah/daerah,
karakteristik sekolah/daerah, sosial budaya setempat dan karakteristik peserta
didik. Sekolah dan komite sekolah mengembangkan kurikulum tingkat satuan
pendidikan dan silabus berdasarkan kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi
lulusan, dibawah supervisi dinas Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab di
bidang pendidikan. Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan adalah sebuah konsep kurikulum yang menekankan pada
pengembangan kemampuan melakukan (kompetensi) tugas-tugas dengan standar
performasi tertentu sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh siswa, berupa
penguasaan terhadap seperangkat kompetensi tertentu. KTSP merupakan perangkat
standar program pendidikan yang mengantarkan siswa memiliki kompetensi pengetahuan
dan nilai-nilai yang digunakan dalam berbagai kehidupan.
Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut: 1)
berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan dan kepentingan peserta didik
dan lingkungan, 2) beragam dan terpadu,
3) tanggap terhadap kehidupan, 4) relevan dengan kebutuhan kehidupan, 5)
menyeluruh dan berkesinambungan, 6) belajar sepanjang hayat, 7) seimbang antara
kepentingan nasional dan daerah. Sementara itu Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan disusun dengan memperhatikan acuan operasional sebagai berikut: 1)
peningkatan iman dan takwa serta akhlak mulia, 2) peningkatan potensi,
kecerdasan, dan minat sesuai dengan tingkat perkembangan dan kemampuan peserta
didik, 3) keragaman potensi dan karakteristik daerah dan lingkungan, 4)
tuntutan pembangunan daerah dan nasional, 5) tuntutan dunia kerja, 6)
perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, 7) agama, 8) dinamika
perkembangan global, 9) persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan, 10)
kondisi sosial budaya masyarakat setempat, 11) kesetaraan gender, 12)
karakteristik satuan pendidikan (Situmorang, 2011).
Dalam implementasi KTSP, guru
memiliki peranan yang sangat penting karena guru merupakan ujung tombak dalam
proses pembelajaran. Kurikulum yang sempurna tanpa didukung oleh kemampuan guru
tidak akan memiliki makna. Guru berperan sebagai perencana, pengelola dan
sebagai evaluator.
2.2 Kegiatan Praktikum di Laboratorium
Praktikum
berasal dari kata praktik yang artinya pelaksanaan secara nyata apa yang
disebut dalam teori. Sedangkan praktikum dalam pendidikan adalah suatu metode
mendidik untuk belajar dan mempraktikan segala aktivitas dalam proses belajar
mengajar untuk menggunakan suatu keahlian (Kertawidjaya, 1999).
Percobaan laboratorium melibatkan
guru dan siswa. Guru harus menetapkan tujuan dari percobaan, mempersiapkan
kelas agar siap melakukan percobaan, memberikan perhatian pada faktor-faktor
keamanan (rambu-rambu kimia) untuk mengawasi siswa dalam melakukan percobaan
yang tepat. Kegiatan siswa dalam percobaan laboratorium harus dirinci dalam
petunjuk laboratorium yang dipersiapkan untuk percobaan.
Salah satu sasaran praktikum kimia
adalah menuntun dan melatih siswa untuk berpikir dari konkrit ke abstrak. Dalam
hal ini, kegiatan di dalam laboratorium merupakan mata rantai untuk
menghubungkan beberapa aspek diantaranya: Apresiasi aspek estetika dari ilmu
kimia, membangkitkan keingintahuan terhadap ilmu kimia, mengenal dengan baik
zat-zat kimia yang umum dan bagaimana reaksinya, siswa dapat berpartisipasi
aktif.
Laboratorium kimia adalah salah satu
sarana pendidikan, yakni wadah yang dapat digunakan sebagai tembat berlatih.
Melalui praktikum, siswa dapat mengadakan kontak dengan objek yang dipelajari
secara langsung baik melalui pengamatan maupun dengan melakukan percobaan.
Woolnough
& Allsop (dalam Nuryani Rustaman, 1995), mengemukakan empat alasan mengenai
pentingnya praktikum sains. Pertama, praktikum membangkitkan motivasi belajar
sains. Belajar siswa dipengaruhi oleh motivasi. Siswa yang termotivasi untuk
belajar akan bersunguh-sungguh dalam mempelajari sesuatu. Melalui kegiatan
laboratorium, siswa diberi kesempatan untuk memnuhi dorongan rasa ingin tahu dan
ingin bisa. Prinsip ini akan menunjang kegiatan praktikum dimana siswa menemukan
pengetahuan melalui eksplorasinya terhadap alam. Kedua, praktikum mengembangkan
keterampilan dasar melakukan eksperimen. Melakukan eksperimen merupakan
kegiatan yang banyak dilakukan oleh para ilmuwan. Untuk melakukan eksperimen
ini diperlukan beberapa keterampilan dasar seperti mengamati, mengestimasi,
mengukur, dan memanipulasi peralatan biologi. Dengan kegiatan praktikum siswa
dilatih untuk mengembangkan keterampilan dasar melakukan eksperimen dengan
melatih kemampuan mereka dalam mengobservasi dengan cermat, mengukur secara
akurat dengan alat ukur yang sederhana atau lebih canggih, menggunakan dan
menangani alat secara aman, merancang, melakukan dan menginterprestasikan
eksperimen. Ketiga, praktikum menjadi wahana belajar pendekatan ilmiah.
Keempat, praktikum menunjang materi pelajaran. Dari kegiatan tersebut dapat
disimpulkan bahwa praktikum dapat menunjang pemahaman siswa terhadap materi
pelajaran.
2.3 Praktikum Kimia di SMA
Kimia
merupakan mata pelajaran yang sulit dan membosankan bagi sebahagian siswa
karena pelajaran kimia sangat identik dengan nama zat, rumus, dan
hitung-hitungan sehingga menjadi momok yang menakutkan yang menimbulkan banyak
para siswa yang menghindari pelajaran tersebut. Praktikum sebagai bagian dari
pembelajaran dari proses kimia merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
teori kimia. Dikarenakan praktikum memberikan peluang kepada subjek dalam
pemahaman materi ajar. Disisi lain, konsep teori kimia akan memberikan landasan
baru bagi subjek didik untuk lebih aktif dalam melakukan praktikum. (http://www.wahyumedia.com).
Mempelajari Ilmu Kimia bukan hanya
menguasai kumpulan pengetahuan berupa fakta, konsep, prinsip saja tetapi juga
merupakan suatu proses penemuan dan penguasaan prosedur atau metode ilmiah.
Oleh karena itu dalam pembelajaran ilmu kimia ada dua hal penting yang harus
diperhatikan, yakni kimia sebagai produk temuan para ilmuwan berupa fakta,
konsep, prinsip, hukum, teori, dan kimia sebagai proses berupa kerja ilmiah.
Dengan demikian pembelajaran ilmu kimia tidak tepat jika dilakukan hanya dengan
metode ceramah, melainkan perlu metode yang dapat memberikan kesempatan kepada
siswa untuk melakukan suatu proses kerja
ilmiah. Pengajaran Kimia di SMA diharapkan dapat menjadi wahana bagi siwa untuk
mengembangkan kemampuan dan sikap ilmiah dalam mempelajari alam dan fenomena
alam di sekitarnya yang berdampak terhadap pengembangan lebih lanjut dalam
penerapan di kehidupan sehari-hari maupun industry (Jahro, 2009).
Menurut Adrian dalam
(Muslich, 2008) mengemukakan adapun kelebihan kegiatan percobaan atau praktikum
adalah membuat anak didik percaya atas kebenaran atau kesimpulan berdasarkan
percobaannya sendiri daripada hanya menggunakan kata-kata guru, dapat
mengembangkan sikap untuk mengadakan studi eksplorasi, menjelajahi ilmu dan
teknologi dan terbina manusia yang dapat membuat terobosan baru dengan penemuan
sebagai hasil percobaan yang diharapkan dapat bermanfaat bagi kesejahteraan
siswa. Dan kekurangan dari kegiatan praktikum adalah tidak cukupnya alat-alat
mengakakibatkan tidak setiap anak didik berkesempatan bereksperiment, memerlukan
jangka waktu lama, sehingga anak didik perlu menunggu untuk melanjutkan
pelajaran.
Metode praktikum dalam pembelajaran
kimia juga memiliki kelemahan yaitu tidak semua mata pelajaran dapat diajarkan
dengan metode ini, tidak semua hal dapat dipraktekkan. Hanya hal-hal yang
konkrit yang dapa dilakukan, suatu praktikum tidak selalu berhasil seperti yang
diharapkan, mahalnya alat-alat praktikum sekolah sering merupakan hambatan
untuk melakukan praktikum dilaboratorium sekolah maupun di kelas. Untuk
mengatasi kelemahan ini, guru harus benar-benar menanamkan langkah-langkah yang
harus ditempuh dalam suatu praktikum kepada murid-muridnya sebelum
murid-muridnya memahami dan hapal langkah-langkah yang harus dilakukannya
barulah eksperimen dilakukan. Oleh karen itu sebelum melakukan praktikum di
depan kelas, guru harus mencoba melakukannya sendiri. Jika ada hal-hal yang
berbahaya maka hal itu harus dicatat dan segera diberitahukan kepada
murid-murid agar tidak terjadi kecelakaan pada waktunya (Sihole, 2006).
2.4 Efektifitas Praktikum dalam Pembelajaran
Hasil
survei terhadap beberapa Sekolah Menengah Atas di kota Medan dan sekitarnya
menunjukkan kebanyakan sekolah tidak menerapkan kegiatan praktikum maupun
demonstrasi pada pembelajaran kimia dikarenakan fasilitas laboratorium yang
minim serta kurangnya kemampuan dan kemauan guru kimia dalam mengelola
laboratorium dan kegiatan praktikum. Dalam 29 SMA yang disurvei di kota Medan
dan sekitarnya menunjukkan 65,5% SMA telah memiliki laboratorium tapi kegiatan
praktikumnya belum berlangsung sesuai yang diharapkan baik kuantitas maupun
kualitasnya.
Kurang lengkapnya fasilitas
alat-alat dan bahan–bahan kimia untuk keperluan praktikum bukan alasan yang
masuk akal tidak dilaksanakannya kegiatan praktikum, karena hal itu dapat
diatasi dengan membuat rancangan praktikum sederhana menggunakan alat dan bahan
yang mudah diperoleh di lingkungan sekitar siswa. Untuk itu diperlukan guru
Kimia yang memiliki kemauan keras dan kreatifitas untuk menguasai keterampilan
proses Kimia dalam merancang eksperimen (Jahro, 2009).
Kegiatan
praktikum merupakan salah satu upaya untuk menerapkan keterampilan proses,
tetapi bila tidak dioptimalkan kegiatan praktikum kurang memberikan manfaat
kepada siswa. Dari hasil pengamatan banyak ditemukan siswa tidak memahami
tujuan dari percobaan yang dilakukan dan sangat jauh untuk memahami sikap
konsep yang terdapat pada materi praktikum tersebut. Oleh karena itu diperlukan
optimalisasi kegiatan praktikum kimia di laboratorium sehingga para siswa
memperoleh manfaat yang banyak dari kegiatan praktikum tersebut (Nugraha,
2005).
2.5 Materi Kimia Kelas X
Pokok
materi Kimia yang dibahas pada kelas X (sepuluh) semester genap adalah Daya
Hantar Listrik Larutan yang terdiri dari sub pokok bahasan: Gejala Hantaran
Arus Listrik pada Larutan; Larutan Elektrolit dan Larutan Nonlektrolit; Hantaran
Senyawa Ionik dan Senyawa Kovalen. Reakdi Reduksi Oksidasi yang terdiri dari
sub pokok bahasan: Konsep Reaksi Redoks; Pereduksi dan Pengoksidasi; Aplikasi
larutan Elektrolit dan Reaksi Redoks; Tata Nama Senyawa. Hidrokarbon yang
terdiri dari sub pokok bahasan: Mengenal Senyawa Karbon; Pengujian Senyawa
Karbon, Kekhasan Atom Karbon, Pembentukan Senyawa Karbon Diksida.
Tabel
2.1 Standar Kompetensi dan Kompetensi
Dasar Kimia di SMA/MA untuk kelas X semester II (Genap)
Standar Kompetensi
|
Kompetensi Dasar
|
3.
Memahami sifat-sifat larutan elektrolit dan nonelektrolit serta reaksi
oksidasi-reduksi
|
3.1 Mengidentifikasi sifat larutan
nonelektrolit dan elektrolit berdasarkan data hasil percobaan
3.2 Menjelaskan perkembangan konsep reaksi
oksidasi-reduksi dan hubungannya dengan tata nama senyawa serta penerapannya
|
4.
Memahami sifat-sifat senyawa organik atas dasar gugus fungsi dan senyawa
makromolekul
|
4.1
Mendeskripsikan kekhasan atom karbon dalam membentuk senyawa hidrokarbon
4.2 Menggolongkan senyawa hidrokarbon
berdasarkan strukturnya dan hubungannya dengan sifat senyawa
4.3 Menjelaskan proses pembentukan dan teknik
pemisahan fraksi-fraksi minyak bumi serta kegunaannya
4.4 Menjelaskan kegunaan dan komposisi
senyawa kimia dalam kehidupan sehari-hari dalam bidang pangan, sandang,
papan, perdagangan, seni dan estetika.
|
Tabel
2.2 Materi Pokok Kimia Kelas
X Semester II (Genap) yang Memiliki
Kemungkinan Praktek
No
|
Materi Pokok
|
Kemungkinan Praktek
|
Dikembangkan
|
|
Dapat
|
Tidak Dapat
|
|||
1
2
3
|
Daya Hantar Listrik Larutan
2.1
Gejala hantaran arus listrik pada
larutan
2.2 Larutan
elektrolit dan nonelektrolit
2.3
Hantaran senyawa ionik dan senyawa
kovalen
Reaksi
Reduksi Oksidasi
3.1 Konsep
Reaksi Redoks
3.2 Pereduksi
Dan Pengoksidasi
3.3 Aplikasi
Larutan Elektrolit dan Reaksi Redoks
3.4 Tata
Nama Senyawa
Kimia Karbon
4.1 Mengenal senyawa karbon
4.2 Pengujian senyawa karbon
4.3 Kekhasan aton karbon
4.4 Pembentukan senyawa karbon
dioksida
|
√
√
√
√
√
√
√
√
√
|
√
√
|
Dapat
dilakukan melalui uji coba Elektrolitas Larutan untuk Mengetahui Daya Hantar
Listrik Larutan
Dapat
dilakukan memalui uji coba: Mengamati Reaksi Redoks
Dapat
dilakukan melalui uji coba; Mengamati perubahan Biloks
Dapat
dilakukan melalui uji coba; Mengamati Redoks Pada Logam dan Larutan
Dapat
dilaksanakan melalui pengujian kandungan aton C, H dan O dalam gula dan
glukosa
|
2.6 Hipotesis
1. Penuntun
praktikum Kimia SMA kelas X sesuai dengan tuntutan KTSP dapat dikembangkan
2. Standarisasi
penuntun praktikum Kimia dapat dilakukan sesuai dengan tuntutan KTSP melalui
data yang diperolah dari hasil angket yang diiisi oleh dosen, guru bidang studi
Kimia dan mahasiswa
3. Penuntun
praktikum hasil pengembangan dapat dipergunakan untuk mendukung pembeajaran di
sekolah
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Gambaran Penelitian
Adapun penelitian yang
dilaksanakan menggunakan model pembelajaran kimia yang berorientasi pada
eksperimen melalui pengembangan penuntun praktikum pada mata pelajaran kimia SMA
kelas X (sepuluh) atau disebut Education Research and Development. Penelitian
ini berorientasi pada pengembangan produk yang dideskripsikan seteliti mungkin
dan dilakukan evaluasi pada produk yang diuji melalui tingkat kelayakan dan
tingkat keterlaksanaan.
Berdasarkan hasil
survei yang dilakukan oleh peneliti di beberapa sekolah ada di kota Medan,
Binjai dan Deli Serdang II diperoleh data sebagai berikut: SMA St.Thomas 2
Medan menggunakan buku penuntun praktikum Kimia tebitan Erlangga, SMA Methodist 2 Medan menggunakan buku penuntun
praktikum Kimia yang disusun Tim guru Kimia sekolah Methodist 2, SMA Sutomo 1
Medan menggunakan buku penuntun praktikum Kimia yang disusun Tim guru Kimia
sekolah Sutomo Medan, SMA N 1 Binjai menggunakan buku petunjuk praktikum Kimia
yang disusun oleh Tim guru Kimia sekolah SMA N 1 Binjai, SMA 1 Galang
menggunakan buku petunjuk praktikum Kimia yang disusun oleh Tim guru Kimia SMA
N 1 Galang.
3.2 Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini telah
dilaksanakan pada bulan April hingga Mei 2012 di Laboratorium Kimia FMIPA
UNIMED
3.3 Populasi
dan Sampel Penelitian
Populasi dalam
penelitian yang akan dilaksanakan mencakup Dosen Kimia, Guru kimia yang
mengajar secara aktif di sekolah, Mahasiswa Kimia angkatan 2011 dan Buku
Penuntun Praktikum SMA kelas X yang dipakai di beberapa sekolah di Sumater
Utara.
Sampel merupakan sebagian dari
populasi yang dipilih secara representatif yang mencerminkan karakteristik dari
populasi. Dalam penelitian ini, peneliti mengambil sampel yaitu: 1) buku
praktikum Kimia SMA kelas X semester genap, 2) Sampel guru kimia SMA kelas X
yang mengajar secara aktif di kelas yang dipilih sebagai responden dan
mempunyai pengalaman mengajar berturut-turut minimal 3 tahun di SMA/MA Negeri
atau SMA/MA Swasta yang tersebar di berbagai kabupaten dan kota di wilayah
Sumatera Utara yang dipilih secara purposif sampling sebanyak lima orang, 3)
Sampel Dosen Kimia FMIPA UNIMED yang akan dipilih secara purposif berdasarkan
ukuran keahlian dalam bidang kimia dan pengajaran yang relevan dengan materi
kimia SMA/MA sebanyak 2 orang, 4) Sampel Mahasiswa
2011 yang mengikuti Mata Kuliah Kimia Dasar secara purposive berdasarkan kemampuan pengetahuan kimia dasarnya
sebanyak 32 orang.
3.4 Instrumen Penelitian
Dalam penelitian ini instrumen yang
digunakan adalah angket. Ada sebanyak 3 angket yang disusun guna menjaring
informasi yang diperlukan dalam penyusunan penuntun praktikum yang sesuai
dengan kurikulum yang berlaku, yakni Angket yang akan diisi oleh guru Kimia
SMA, Dosen Kimia, dan Mahasiswa jurusan kimia tahun angkatan 2011.
Angket
yang pertama adalah angket yang akan diisi oleh guru untuk memperoleh informasi
tentang kelayakan penuntun praktikum. Terdapat beberapa kriteria mengenai
kelayakan penuntun prkatikum yang akan dikembangkan menjadi beberapa poin,
yakni:
a) Kesesuaian materi
penuntun praktikum dengan kurikulum yang sedang berlaku. Materi yang berada
dalam penuntun praktikum harus dapat meningkatkan target pencapaian standar
kompetensi dan kompetensi dasar sesuai dengan silabus SMA, b) Kelayakan isi
penuntun praktikum yang dikembangkan yang meliputi: (1) Apakah prosedur kerja
dirumuskan dengan benar sejalan dengan tinjauan teori, (2) Apakah tujuan
percobaan tidak bersifat ganda, (3) Apakah alat dan bahan percobaan sesuai
dengan tujuan percobaan, dan (4) Apakah tabel pengamatan yang digunakan dapat
mewakili hasil percobaan secara keseluruhan. c) Kemudahan memahami dan
kemudahan melaksanakan percobaan. Dari segi kemudahan dalam memahami dan
melaksanakannya dapat ditinjau dari bahasa yang digunakan harus meliputi 3
kriteria yakni: 1) Bersifat komunikatif, 2) Sesuai dengna kaidah bahasa
indonesia yang baik dan benar dalam penuntun praktikum, 3) Kata-kata yang
digunakan jelas dan mudah dipahami.
Angket
yang kedua adalah angket yang akan diisi oleh Dosen untuk memperoleh informasi
tentang kelayakan penuntun praktikum. Terdapat beberapa kriteria mengenai
kelayakan penuntun prkatikum yang akan dikembangkan menjadi beberapa poin,
yakni:
a) Kesesuaian materi
penuntun praktikum dengan kurikulum yang sedang berlaku. Materi yang berada
dalam penuntun praktikum harus dapat meningkatkan target pencapaian standar
kompetensi dan kompetensi dasar sesuai dengan silabus SMA, b) Kelayakan isi
penuntun praktikum yang dikembangkan yang meliputi: (1) Apakah prosedur kerja
dirumuskan dengan benar sejalan dengan tinjauan teori, (2) Apakah tujuan
percobaan tidak bersifat ganda, (3) Apakah alat dan bahan percobaan sesuai
dengan tujuan percobaan, dan (4) Apakah tabel pengamatan yang digunakan dapat
mewakili hasil percobaan secara keseluruhan. c) Kemudahan memahami dan
kemudahan melaksanakan percobaan.
Dari
segi kemudahan dalam memahami dan melaksanakannya dapat ditinjau dari bahasa
yang digunakan harus meliputi 3 kriteria yakni:
1.
Bersifat komunikatif
2.
Sesuai dengna kaidah
bahasa indonesia yang baik dan benar dalam penuntun praktikum
3.
Kata-kata yang
digunakan jelas dan mudah dipahami.
Melalui angket II ini, peneliti dapat
memutuskan apakah penuntun
praktikum yang telah disusun layak digunakan sebagai pendukung dalam
pembelajaran kimia di kelas XI
SMA.
Angket
ini diisi oleh mahasiswa
dengan tujuan memperoleh informasi tentang daya serap mahasiswa terhadap isi atau
pesan yang terkandung dalam buku penuntun pratikum. Penggunaan mahasiswa sebagai sampel karena mahasiswa
yang mengikuti Mata Kuliah Kimia Dasar lebih terampil dan dapat memberikan
komentar dan saran akan buku penuntun praktikum yang disusun sehingga hasilnya
akan dapat digunakan sebagai pembanding terhadap pengetahuan siswa SMA. Angket yang akan diisi oleh mahasiswa ini
mempunyai tiga kriteria, yaitu: a) Apakah penuntun praktikum meningkatkan
pemahaman siswa terhadap pelajaran kimia, b) Apakah siswa mampu memahami dan
melaksanakan penuntun praktikum, c) Apakah minat siswa mempelajari kimia semakin
meningkat setelah melakukan praktikum.
Kelayakan
penuntun praktikum dapat dihitung dengan rumus:
%
Skor =
x 100% (Wijaya, 2008)
Dengan
kriteria kelayakan yakni:
No
|
Tingkat kelayakan
|
Skor
|
1
|
Sangat layak
|
86-100%
|
2
|
Layak
|
75-85%
|
3
|
Cukup layak
|
65-74%
|
4
|
Kurang layak
|
<65%
|
3.5 Prosedur Penelitian
Secara garis besar,
kegiatan penelitian ini terdiri atas 3 tahapan umum yakni:
I.
Perencanaan
Dalam
tahapan perencanaan ini dibagi kembali menjadi atas beberapa tahapan kegiatan,
yakni:
1. Melakukan survei terhadap beberapa sekolah yang ada di
kota Medan, Binjai dan Deli Serdang II tentang ketersediaan dan pemakaian buku penuntun
praktikum kimia kelas X semester Genap
2. Menentukan
pokok bahasan yang dalam pembelajaran dapat diterapkan dengan menggunakan
metode eksperimen sesuai dengan perkembangan kurikulum
3. Menentukan
sumber buku percobaan sebagai acuan penuntun praktikum
4. Mengembangkan dan menyusun
penuntun praktikum, yang terdiri atas kegiatan:
a. Menentukan
alat, bahan dan sumber yang akan diuji cobakan dalam suatu percobaan
b. Menentukan
jenis pengamatan
c. Menentukan
prosedur kerja yang akan dilaksanakan dalam percobaan
d. Menyusun
pertanyaan yang memuat pada pernyataan kesimpulan
II.
Pelaksanan
Tahapan
kedua ini meliputi beberapa kegiatan yakni:
1. Menguji
kelayakan penuntun praktikum yaitu dengan memberikan lembaran penilaian dalam
bentuk check list (Angket) yang
berisi tanggapan/komentar terhadap judul praktikum, tinjauan teori, tujuan
praktikum, daftar alat dan bahan, prosedur pelaksanaan serta lembaran
pengamatan praktikum dari beberapa orang guru Kimia di SMA (Angket) dan dosen di Jurusan Kimia
FMIPA UNIMED (Angket) mengenai
kelayakan desain praktikum yang telah disusun berdasarkan tiga kriteria, yakni:
a. Kelayakan
isi sebagai buku penuntun praktikum
b. Kesesuaian
dengan pengembangan kurikulum SMA atau standar kompetensi dan kompetensi dasar
yanga ada dalam kurikulum.
c. Segi
kemudahan dalam memahami dan kemudahan dalam pelaksanaannya.
Lembar
validitas yang digunakan merupakan lembaran analisis kualitatif dengan tujuan
untuk menilai materi, kontruksi dan bahasa yang digunakan pada penuntun
praktikum (Tim pendidikan kimia, 2007). Dari hasil penilaian 1-4 pada lembar
validitas, maka penguji kelayakan dapat menentukan setiap bagian dari materi
penuntun praktikum tersebut sesuai atau tidak sesuai.
Keterangan:
1
= Kurang
2
= Cukup
3
= Baik
4
= Baik sekali
2. Perbaikan
penuntun praktikum yaitu dengan
menyesuaikan saran dan tanggapan dosen dan guru sehingga diharapkan dapat
diperoleh penuntun praktikum yang sesuai.
3. Melaksanakan
uji coba penuntun praktikum yang telah diperbaiki di Laboratorium Kimia FMIPA
UNIMED terhadap mahasiswa 2011 yang mengikuti mata kuliah
Kimia Dasar terdiri atas kegiatan:
a. Menyiapkan
alat dan bahan yang digunakan
b. Uji
coba beberapa percobaan yang
disesuaikan dengan penuntun praktikum yang telah disusun
c. Mencatat
hasil pengamatan uji coba
d. Menarik
kesimpulan dari hasil percobaan
e. Mengevaluasi
dan memperbaiki penuntun praktikum yang sudah diuji coba
III.
Pengolahan Data Hasil Penelitian
Analisa
data dioleh berdasarkan tehnik analisa deskriptif kualitatis, yaitu menjelaskan
suatu permasalahan, gejala, atau keadaan sebagaimana adanya. Dalam penelitian
deskriptif, tidak ada perlakukan yang dikendalikan seperti halnya dalam
penelitian eksperimen. Data yang ada tidak diarahkan untuk menguji hipotesis,
melainkan digunakan untuk mencari informasi yang dapat digunakan dalam
pengambilan keputusan (Furchan, 2001). Data yang diperoleh dalam tehnik analisa
deskriptif ini biasanya berupa kata-kata, gambar, ataupun perilaku. Data yang
ada tidak dibuat dalam bentuk bilangan atau angka statistik, melainkan tetap
dalam bentuk kualitatif. Peneliti segera melakukan analisis data dengan
memberikan pemaparan gambaran mengenai situasi
yang diteliti dalam bentuk uraian naratif sehingga peneliti dapat
mengambil kesimpulan dari penelitian yang telah dilaksanakan.
Tehnik
analisis dan intrperensi dalam penelitian kualitatif yang tidak berhubungan
langsung dengan angka biasanya berbentuk verbal (narasi, deskripsi atau cerita)
dan sering kali mutlak untuk mengolah dam menginterperensikan data, pengkodean
(kodifikasi) dan analisis data (Dwiyanto, 2003).
Kelayakan
penuntun praktikum dapat dihitung dengan rumus:
%
Skor =
x 100% (Wijaya, 2008)
Dengan
kriteria kelayakan yakni:
No
|
Tingkat kelayakan
|
Skor
|
1
|
Sangat layak
|
86-100%
|
2
|
Layak
|
75-85%
|
3
|
Cukup layak
|
65-74%
|
4
|
Kurang layak
|
<65%
|
Tahapan penelitian yang akan dilakukan
dalam bentuk diagram alir pada gambar berikut:
Survei ketersediaan dan pemakaian buku penuntun
praktikum di sekolah
|
Menentukan pokok bahasan yang diterapkan dengan eksperimen
|
Tahap II
Pelaksanaan
|
Menentukan
sumber buku percobaan sebagai acuan penuntun praktikum
|
Mengembangkan dan menyusun
buku penuntun praktikum
|
Menguji
kelayakan buku penuntun
praktikum (Angket)
|
Revisi
buku penuntun praktikum
|
Mahasiswa menguji-coba
penuntun praktikum dan mengisi angket
|
Tahap III
Analisis Data
|
Tahap I
Perencanaan
|
Kesimpulan
|
Analisis
Data
|
Gambar
3.1 Diagram Alur Tahapan Penelitian
Artikel terkait
:
0 komentar:
Posting Komentar