BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang Masalah
Kemajuan
dunia pendidikan ditentukan oleh segenap pemangku pendidikan. Pendidikan bukan
urusan pemerintah semata, melainkan semua pihak harus peduli. Semenjak tahun
2006 pemerintah mencanangkan jenis kurikulum yang memberikan keluasan kepada
guru untuk merencanakan dan menyusunnya sendiri dengan penyesuaian terhadap
konsep-konsep kehidupan murid dan daerahnya yang dikenal dengan KTSP (Muslich, 2007).
Namun kenyataan yang selama ini terjadi, penerapan KTSP tersebut belum
benar-benar dilakukan oleh sekolah-sekolah adapun yang telah menerapkan
hanyalah sebagian saja.
Pola
penerapan KTSP atau kurikulum 2006 terbentur pada masih minimnya kualitas guru
dan sekolah. Sebagian besar guru belum bisa diharapkan memberikan kontribusi
pemikiran dan ide-ide kreatif untuk menjabarkan panduan kurikulum itu (KTSP),
yang menuntut pembelajaran yang menarik dan menyenangkan baik di atas kertas
maupun di depan kelas yang berdampak PBM di sekolah terkesan monoton terkhusus
mata pelajaran kimia. Sehingga pembelajaran yang dituntut oleh KTSP sering
tidak efektif bagi guru maupun siswa (Hanafi, 2012).
Di
SMA N 1 Girsang Sipanganbolon lima dari delapan siswa kelas X berpendapat bahwa
belajar kimia itu membosankan dan tidak menarik. Hal ini disebabkan karena
metode pembelajaran guru sewaktu mengajar kurang bervariasi dan membatasi siswa
berkreasi untuk mengungkapkan perasaan dan pikirannya saat belajar. itu dapat
terlihat dari kegiatan siswa waktu kegiatan belajar mengajar kebanyakan
dimanfaatkan untuk mendengarkan, melihat, mencatat dan mengerjakan tugas
sehingga hasil belajarpun tidak selalu optimal. Hal ini didukung dengan hasil
Ujian Nasional (UN) siswa tahun pelajaran 2006/2007 nilai rata – rata kimia
7,3; tahun 2007/2008 nilai rata – rata kimia menjadi 7,34; tahun 2008/2009
nilai rata – rata kimia 7,38; tahun 2009/2010 nilai rata – rata kimia 7,53; dan
tahun 2010/2011 nilai rata – rata kimia menjadi 7,12. Oleh sebab itu diperlukan
upaya-upaya untuk mengoptimalkan pembelajaran di sekolah. (http://puspendik.com)
Salah
satu upaya agar pembelajaran dapat berjalan efektif, maka diperlukan
model-model pembelajaran yang tepat sehingga siswa dapat belajar dengan tuntas
dan bermakna. Lebih jauh dikatakan bahwa agar kegiatan belajar mengajar
tersebut dapat berjalan dengan baik diperlukan suatu model pembelajaran (Indra,
2010).
Model pembelajaran yang dipilih dalam meningkatkan hasil belajar dalam
penelitian ini adalah dengan menggunakan model pembelajaran Quantum Teaching
yang diterapkan di SMA N 1 Girsang Sipanganbolon kelas X dan diharapkan mampu meningkatkan
hasil belajar kimia siswa. Pembelajaran ini dapat menciptakan pembelajaran yang
nyaman dan menyenangkan, yang dapat menciptakan keaktifan siswa, membuat
pembelajaran lebih melekat dan optimis. Deporter (2003) mengatakan bahwa “model
pembelajaran Quantum Teaching terfokus pada hubungan yang dinamis dalam
lingkungan kelas sehingga interaksi yang terjadi dapat mendirikan landasan dan
kerangka untuk landasan”.
Penelitian
dengan menggunakan model pembelajaran Quantum Teaching pernah dilakukan dan
memberikan hasil yang cukup baik untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Penelitian
yang dilakukan oleh Lestari (2005) di MTS. Wasliyah Tembung yang dapat
meningkatkan prestasi belajar siswa dari 39,92 % menjadi 66,84% pada materi
pokok Gerak Lurus dalam pelajaran fisika. Selain itu Togatorop (2011) yang
menggunakan model Quantum Teaching pada
mata pelajaran Kimia di SMA N 5 Medan dapat meningkatkan hasil belajar
siswa sebesar 12,99 % pada Pokok bahasan Thermokimia. Demikian juga dengan
penelitian yang dilakukan oleh Ramadhana (2006) di SMA N 5 binjai memperoleh
peningkatan 11,48 % pada Materi Fraksi minyak Bumi. Selain itu untuk mengemas
model pembelajaran tersebut dengan lebih menarik adalah dengan menggunakan
media pembelajaran. Media adalah segala bentuk dan saluran yang dapat digunakan
orang untuk menyampaikan pesan belajar atau informasi belajar.
Media
yang digunakan peneliti pada pokok bahasan Hidrokarbon adalah Media dengan Peta
Konsep. Penelitian dengan menggunakan media peta konsep juga telah dilakukan
sebelumnya dan menghasilkan hasil yang baik. Seperti halnya penelitian yang
dilakukan oleh Hutabarat (2010) dengan menggunakan media peta konsep mengalami
perbedaan yang signifikan yaitu dengan nilai rata-rata 77,88 sedangkan tanpa
menggunakan media peta konsep hasilnya hanya rata-rata 60,13 pada pokok bahasan
Struktur atom. Begitu juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Novita (2009)
diperoleh nilai rata-rata 76,85 % dengan menggunakan media petakonsep sedangkan
hasil yang diperoleh tanpa media peta konsep hanya 72,63 pada pokok bahasan
Hidrokarbon. Walaupun penelitian
tersebut telah terbukti dapat meningkatkan hasil belajar siswa, akan tetapi
penulis sebagai peneliti masih ingin melanjutkan penelitian tersebut dengan
materi yang sama dan tempat penelitian yang berbeda.
Berdasarkan hal-hal yang dikemukakan di atas penulis
ingin meneliti mengenai “Penerapan Model
Pembelajaran Quantum Teaching dengan Media Peta Konsep Untuk Meningkatkan Hasil
Belajar Kimia Siswa Pada Pokok Bahasan Hidrokarbon di SMA ”
I.2 Identifikasi masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah yang dipaparkan di atas, dapat diidentifikasikan
permasalahan sebagai berikut :
1. Penerapan
KTSP belum benar-benar dilakukan di semua sekolah di Indonesia.
2. Kurangnya
kemampuan siswa dalam memahami dan menerapkan konsep kimia dengan benar yang
menyebakan hasil belajar rendah.
3. Kurangnya
pendekatan penggunaan model pembelajaran dalam meningkatkan hasil belajar
siswa.
4.
Penggunaan media
yang dapat memacu siswa agar belajar dengan lebih baik
I.3 Batasan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka yang menjadi batasan masalah pada
penelitian ini adalah sebagai beikut :
- Penelitian ini hanya dilakukan pada siswa kelas X SMA Negeri 1 Girsang Sipanganbolon Tahun ajaran 2011/2012
- Materi pelajaran yang diajarkan adalah Hidrokarbon dengan submateri pembelajaran yaitu Alkana, alkena dan alkuna , sifat fisik , isomer dan reaksi-reaksi sederhana senyawa karbon.
- Model pembelajaran yang digunakan adalan model Quantum Teaching.
- Hasil belajar siswa diperoleh secara individu yaitu dari pre test dan post test.
- Media yang digunakan adalah media Peta konsep.
I.4 Rumusan Masalah
Berdasarkan
hal-hal yang telah diuraikan di atas, maka permasalahan dalam penelitian adalah
“apakah hasil belajar melalui penerapan model pembelajaran Quantum teaching dengan Media Peta Konsep
lebih baik daripada hasil belajar melalui pembelajaran tanpa model Quantum
teaching dengan media peta konsep ?”
I.5 Tujuan Penelitian
Berdasarkan
Rumusan masalah yang telah diuraikan dia atas, maka tujuan dilaksanakannya
penelitian ini adalah : Untuk mengetahui apakah hasil belajar melalui Penerapan
Model Pembelajaran Quantum Teaching dengan Media Peta Konsep lebih baik daripada hasil belajar melalui pembelajaran tanpa model Quantum teaching
dengan media peta konsep.
I.6 Manfaat Penelitian
Manfaat
yang diharapkan dari penelitian ini adalah :
1. Bagi
siswa, agar kiranya proses belajar mengajar itu tidak membosankan melainkan
menjadi lebih menarik untuk diikuti sehingga dapat lebih mudah untuk dipahami
dan dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
2. Bagi
guru, agar kiranya metode ini dapat menjadi salah satu alternative metode untuk
digunakan dalam proses belajar mengajar untuk memajukan kualitas pendidikan di
negeri ini.
3. Bagi
peneliti lainnya, dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan atau sebagai salah
satu sumber informasi.
I.7 Defenisi Operasional
Quantum
Teaching merupakan suatu proses pembelajaran dengan menyediakan latar
belakangdan strategi untuk meningkatkan proses belajar mengajar dan membuat
proses tersebut menjadi menyenangkan.
Hasil
belajar tampak sebagai terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa, yang
dapa diamati dan diukur dalam bentuk perubahan pengetahuan sikap dan
keterampilan.
Peta
konsep adalah suatu ilustrasi grafis yang konkret yang dapat menunjukkan
bagaimana suatu konsep berhubungan atau terkait dengan konsep-konsep lain yang
termasuk kategori yang sama. Peta Konsep dapat merupakan suatu skema atau
ringkasan dari hasil belajar.
Hidrokarbon adalah senyawa
yang hanya tersusun dari atom hidrogen dan atom karbon.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 Hakekat Belajar Kimia
Kimia merupakan
studi tentang perubahan materi disertai oleh perubahan energi. Kimia adalah
suatu studi yang terpadu yang menyangkut tentang masalah pembuatan, sifat –
sifat dan reaksi dari unsur – unsur dan senyawa kimia dan sistem pembentuknya.
Kimia sebagai salah satu cabang Ilmu Alam, berkembang sejak manusia
memperhatikan keadaan sekelilingnya dan menarik manfaat dari fakta – fakta yang
diperoleh untuk kepentingan kelangsungan hidupnya (Tim Pendidikan Kimia, 2008).
Pada umumnya siswa belajar kimia
terjebak pada rumus-rumus kimia dan tidak mengerti tentang hakekat dari rumus
kimia. Rumus kimia merupakan gambaran dari kenyataan dari zat-zat kimia yang
ada di alam, digambarkan dalam bentuk rumus kimia agar kita dapat mempelajari dengan
baik. Untuk dapat belajar dengan baik maka siswa perlu juga memahami hakekat
belajar, ciri-ciri dari mata pelajaran, dan obyek yang dipelajari. Obyek dari
pelajaran kimia adalah fakta, prinsip, konsep dan hukum dan teori kimia serta
penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.
Bagaimana cara kita agar dapat memahami konsep kimia dengan baik, kita
harus pahami bahwa dalam pelajaran kimia tidak ada rumus, tetapi pemahaman
konsep. Oleh
karena itu, seorang pengajar harus bisa membangun pemahaman siswa
Kimia adalah ilmu yang mencari
jawaban atas pertanyaan apa, mengapa, dan bagaimana gejala – gejala alam yang
berkaitan dengan komposisi, struktur, sifat, perubahan, dinamika dan energi
zat. Ada dua hal yang berkaitan dengan kimia yang tidak dapat dipisahkan, yaitu
kimia sebagai produk (pengetahuan kimia yang berupa fakta, konsep, prinsip,
hukum dan teori – teori temuan ilmuan kimia) dan sebagai proses kerja atau
kerja ilmiah (Suyanti, 2008). Hakekat pembelajaran kimia harus memperhatikan
karakteristik ilmu kimia sebagai proses dan produk yang tidak dapat dipisahkan.
2.2. Pengertian Belajar dan Hasil
Belajar Kimia
Menurut Winkel (1998), belajar adalah suatu aktifitas
mental/psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang
menghasilkan perubahan dalam pengetahuan-pemahaman, keterampilan, dan
nilai-sikap. Sedangkan menurut Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia
(1999), belajar berarti berusaha memperoleh kepandaian/ilmu, berlatih, atau
berubahnya tingkah laku/tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman.
Slameto (2003) mendefinisikan belajar sebagai usaha yang
dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru
secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya.
Berdasarkan
definisi tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa belajar dapat diartikan
sebagai perubahan tingkah laku akibat interaksi dengan lingkungan, bukan dari
penurunan gen. Ada beberapa hal pokok dalam belajar antara lain:
1.
Belajar merupakan suatu perubahan dalam tingkah laku.
2.
Belajar merupakan suatu perubahan yang terjadi melalui
latihan atau pengalaman.
3.
Belajar merupakan perubahan yang relatif mantap.
4.
Tingkah laku yang dialami karena belajar menyangkut
berbagai aspek kepribadian baik psikis maupun fisik seperti perubahan dalam
pengertian pemecahan suatu masalah, ketrampilan, kecakapan, kebiasaan atau
sikap.
Hasil
belajar siswa pada hakekatnya adalah perubahan tingkah laku. Tingkah laku
sebagai pengertian yang luas mencakup bidang kognitif, afektif dan psikomotor
(Sudjana, 1995). Perubahan sebagai hasil proses dapat ditunjukkan dalam
berbagai bentuk seperti perubahan pengetahuan, ketrampilan, kecakapan, serta
perubahan aspek-aspek lain yang ada pada individu yang belajar.
Gagne (Sudjana,
1995) membagi tiga macam hasil belajar yakni:
a)
Ketrampilan
dan kebiasaan
b)
Pengetahuan
dan pengertian
c)
Sikap
dan cita-cita.
Benyamin Bloom (Sudjana, 1995) mengklasifikasikan hasil
belajar yang secara garis besar dibagi menjadi tiga ranah sebagai berikut:
a)
Ranah
kognitif
Berkenaan dengan sikap hasil belajar intelektual yang
terdiri dari enam aspek yaitu ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis
dan evaluasi.
b)
Ranah
afektif
Berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek yaitu
penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, internalisasi.
c)
Ranah
psikomotor
Berkenaan dengan hasil belajar ketrampilan dan kemampuan
bertindak.
Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa
hasil belajar
adalah nilai yang dicapai seseorang dengan kemampuan
maksimal.
Dalam penelitian ini yang akan dicapai adalah pada ranah
kognitif yaitu yang berkenaan dengan sikap hasil belajar intelektual yang
terdiri dari enam aspek yaitu ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis,
dan evaluasi.
Hasil belajar dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik
faktor dari dalam maupun dari luar individu yang belajar. Faktor-faktor yang
mempengaruhi hasil belajar menurut Slameto (2003) adalah sebagai berikut :
1) Faktor dalam,
yaitu faktor yang berasal dari dalam diri individu yang belajar. Faktor dalam
ini meliputi:
a)
Kondisi
fisiologis, misalnya: keadaan jasmani, kondisi panca indera, tidak cacat, dan lain-lain.
b)
Kondisi
psikologis, misalnya: kecerdasan, bakat, minat, dan emosi.
2) Faktor luar,
yaitu faktor yang berasal dari luar individu yang belajar. Faktor luar yang
dimaksud adalah:
a)
Faktor
lingkungan, yang meliputi lingkungan alam dan lingkungan sosial.
b)
Faktor
instrumental, yaitu faktor yang ada dan penggunaannya dirancang sesuai dengan hasil belajar yang diharapkan.
Faktor instrumental itu antara lain: kurikulum, program pengajaran, sarana dan
fasilitas, guru / tenaga pengajar.
2.3 Model Pembelajaran Quantum Teaching
2.3.1 Pengertian Model Pembelajaran
Model diartikan sebagai kerangka
konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan kegiatan. Model dapat
dipahami sebagai: (1) suatu tipe atau desain; (2) suatui deskripsi atau analogi
yang dipergunakan untuk membantu proses visualisasi sesuatu yang tidak dapat
dengan langsung diamati; (3) suatu sistem asumsi – asumsi, data – data, dan
inferensi – inferensi ynag dipakai untuk menggambarkan secara matematis suatu
obyek atau peristiwa; (4) suatu disain yang disederhanakan dari suatu sistem
kerja, suatu terjemahan realitas yang disederhanakan; (5) suatu deskripsi dari
suatu sistem yang mungkin atau imajiner; dan (6) penyajian yang diperkecil agar
dapat menjelaskan dan menujukkan sifat bentuk aslinya (Komarrudin dalam Sagala,
2009).
Model
mengajar menurut Joyce dan Weil (2000:13) adalah suatu deskripsi dari
lingkungan belajar yang menggambarkan perencanaan kurikulum, kursus-kursus,
disain unit – unit pelajaran dan pembelajaran, perlengkapan belajar, buku–buku
pelajaran, buku – buku kerja, program multi media, dan bantuan belajar melalui
program komputer. Sebab model – model ini menyediakan alat – alat belajar yang
diperlukan bagi para siswa. Hakekat mengajar (teaching) menurut Joyce
dan Weil adalah membantu para pelajar memperoleh informasi, ide, ketrampilan,
nilai, cara berpikir, sarana untuk mengekspresikan dirinya, dan belajar
bagaimana cara belajar. Hasil akhir atau hasil jangka panjang dari mengajar
adalah kemampuan siswa yang tinggi untuk dapat belajar lebih mudah dan lebih
efektif di masa yang akan datang. Model mengajar tidak hanya memiliki makna
deskriptif dan kekinian, akan tetapi juga bermakna prospektif dan
berorientisasi kemasa depan ( Sagala, 2009).
2.3.2 Pengertian Quantum Teaching
Quantum
berarti interaksi yang mengubah energi menjadi cahaya. Jadi Quantum Teaching menciptakan lingkungan
belajar yang efektif, dengan cara menggunakan bermacam-macam interaksi.
Interaksi-interaksi ini mencakup unsur-unsur untuk belajar efektif, yang mempengaruhi
kesuksesan peserta didik. Interaksi-interaksi ini mengubah kemampuan dan bakat
ilmiah peserta didik menjadi cahaya yang bermanfaat bagi mereka sendiri dan
orang lain.
Quantum Teaching adalah penggubahan
belajar meriah, dengan segala nuansanya. Jadi, jika peserta didik merasakan
senang dalam belajar, maka mereka akan lebih efektif. Dengan menggunakan Quantum Teaching peserta didik akan
menganggap kegiatan belajar mengajar sebagi suatu ynag menyenangkan dan bukan
sebagai beban. Quantum Teaching menguraikan
cara-cara baru yang memudahkan unsur-unsur seni dan strategi pencapain tujuan
yang sistematis.
Unsur-unsur
seni didalam Quantum Teaching tidak
lepas dari gaya belajar yang berbeda yang dimiliki oleh setiap peserta didik.
Ada peserta didik yang belajar dengan cara visual (membaca), Auditorial
(mendengar), Kinetik (gerak). Dengan memanfaatkan gaya belajar yang dimiliki
setiap pesreta didik, kita dapat membuat mereka bersemangat dalam mengikuti
kegiatan belajar mengajar (Ramli, 2005). Pertama-tama, jelaskan kepada peserta
didik bahwa orang belajar denagn cara yang berbeda-beda, dan semua cara
baiknya. Setipap cara mempunyai kekuatan sendiri-sendiri. Dalam kenyataan, kita
semua memiliki ketiga gaya belajar itu, hanya saja biasanya satu gaya lebih mendominasi
dari pada gaya yang lainnya.
2.3.3 Model Quantum Teaching
Unsur-unsur dalam Quantum Teaching dapat dibagi
menjadi dua kategori : konteks dan isi
Konteks yaitu penataan panggung belajar. Guru
membuat kelas menjadi “rumah” tempat peserta didik tidak hanya terbuka terhadap
umpan balik, tetapi juga mencarinya, tempat mereka belajar mengakui dan
mendukung orang lain, tempat mereka mengalami kegembiraan dan kepuasan, memberi
dan menerima, belajar dan tumbuh.
Penerapan Quantum
Teaching dari seksi Konteks, yaitu (De Porter, 2003)
1.
Suasana yang
memberdayakan
Suasana yang mencakup bahasa ynag diplih,
cara yang menjalin rasa simpati dengan siswa dan sikap terhadap sekolah
mengenai belajar. Suasana yang penuh kegembiraan pula dalam belajar.
2.
Landasan
yang kukuh
Landasan adalah kerangka kerja : tujuan,
kenyakinan, kesepakatan, kebijakan, prosedur dan aturan bersama yang memberi
guru dan siswa sebuah pedoman untuk bekerja dalam komunitas belajar.
3.
Lingkungan
yang mendukung
Lingkungan adalah cara menata ruang kelas
: pencahayaan, warna, pengaturan meja dan kursi dan semua hal yang mendukung
proses belajar.
4.
Rancangan
belajar yang dinamis
Rancangan adalah
penciptaan (rancangan pengajaran) yang terarah ke unsur-unsur penting yang bisa
menumbuhkan minat siswa, mendalami makna dan memperbaiki proses tukar-menukar
informasi (De Porter, 2003).
Isi
yaitu fasilitas keterampilan didalam penyampaian kurikulum seperti strategi
penyajian, fasilitas dan keterampilan didalam mengajar. Seperti didalam
penyajian yang prima, fasilitas yang luwes, keterampilan belajar untuk
mengajar.
Penerapan Quantum
Teaching dari seksi Isi, yaitu
1. Penyajian
yang prima
Sedapat mungkin menyajikan kurikulum
dengan ketakjuban, minat, pesona, antusiasme dan memadukannya sesuai modalitas
dan gaya pelajarnya.
2. Fasilitas
yang luwes
Menfasilitasi, yaitu : memudahkan tingkat
fasilitas partisipasi siswa seperti yang diinginkan, sehingga siswa mudah untuk
belajar.
3. Ketermpilan
belajar-untuk-belajar
Ada lima keterampilan hidup akan membantu
membentuk suasana dan landasan yang kukuh di kelas. Dengan menggunakan
komunikasi yang jernih, membangun perhatian atau menciptakan lingkungan kelas
yang aman untuk belajar.
4. Ketrampilan hidup
Ketrampilan hidup akan membantu membentuk
suasana dan landasan yang kukuh di kelas. Dengan menggunakan komunikasi yang
jernih, membangun perhatian atau menciptakan lingkungan kelas yang aman untuk
belajar.
2.3.4 Asas Utama Quantum Teaching
Asas
utama dari Quantum Teaching adalah “Bawalah Dunia Mereka ke Dunia Kita,
Antarkan Dunia Kita ke Dunia Mereka”. Maksud dari asas utama Quantum
Teaching adalah pertama-tama, guru harus membangun jembatan untuk memasuki
dunia kehidupan peserta didik, dengan cara memahami apa yang mereka inginkan,
menciptakan hubungan yang harmonis, menjalin rasa simpatik dan rasa pengertian
antara kita sebagai guru dan mereka sebagai peserta didik. Karena dengan kita
memasuki dunia mereka akan memberi kita izin untuk memimpin, menuntut dan
memudahkan peserta didik untuk mengikuti kegiatan belajar mengajar (De Porter,
2003).
DUNIA
MEREKA
|
DUNIA
KITA
|
DUNIA
MEREKA
|
Gambar 2.1 Asas utama metode Quantum Teaching ( De Porter, 2003)
Setelah
peserta didik masuk kedunia kita maka kaitan antara guru dan peserta didik
telah terbentuk. Dengan kaitan yang terbentuk guru dapat membawa mereka kedalam
dunia kita dengan cara kegiatan belajar mengajar. Dengan adanya jembatan yang
terbentuk memudahkan guru untuk melibatkan peserta didik dalam kegiatan belajar
mengajar, memudahkan pengelolaan kelas dan meningkatkan kegembiraan. Karena
peserta didik memiliki perasaan percaya, aman dan gembira pada saat kegiatan
belajar mengajar berlangsung peserta didik tidak lagi merasa sekolah itu
menakutkan, guru itu musuh, dan nmereka menganggap akan gagal dalam proses
pembelajaran. Dengan sendirinya peserta didik akan merasakan sekolah itu menakutkan
bukanlah suatu yang harus ditakuti, sehingga peserta termotivasi untuk belajar
lebih baik.
2.3.5 Prinsip-prinsip Quantum Teaching
Dalam model pembelajaran Quantum Teaching memiliki
prinsip-prinsip sebagai berikut (De Porter, 2003) :
1.
Segalanya berbicara
Maksudnya segala sesuatu yang ada di
lingkungan pembelajaran memiliki makna dan memiliki pengaruh terhadap hasil
pembelajaran. Segala sesuatu yang dimaksudkan di sini tidak hanya benda, akan
tetapi termasuk bahasa tubuh, suara dan lain sebagainya. Oleh sebab itu guru
dalam melaksanakan pembelajaran perlu memperhatikan segala hal yang berada di
lingkungan kelasnya.
2.
Segalanya
bertujuan
Segala aktivitas baik yang dilakukan guru
maupun siswanya memiliki tujuan. Oleh sebab itu, guru harus mengarahkan
aktivitas tersebut untuk mencapai tujuan pembelajaran.
3.
Pemberian
nama
Untuk merangsang siswa untuk lebih tahu
maka guru perlu menyampaikan informasi tentang nama tujuan yang hendak dicapai.
Dengan mengetahui tentang tujuan dari sesuatu tindakan akan menjadikan siswa
terangsang untuk mengetahui dari apa yang mereka pelajari.
4.
Mengakui
setiap usaha memiliki makna bagi dirinya
Untuk mendorong siswa mau belajar, maka
guru perlu mengakui setiap keberhasilan yang diperoleh oleh siswanya.
5.
Jika layak
dipelajari, maka layak pula untuk dirayakan
Perayaan terhadap keberhasilan dapat
meningkatkan dapat meningkatkan kemajuan belajar siswa. Oleh sebab itu, jika
siswa memperoleh keberhasilan dalam proses pembelajaran maka sudah sewajarnya
apabila mendapat perayaan (De Porter, 2003).
Dalam
melakukan pengajaran dengan model pembelajaran Quantum Teaching harus
memperhatikan prinsip-prinsip Quantum Teaching ini. Prinsip-prinsip Quantum
Teaching ini tidak dapat dipisahkan anatra satu dengan yang lain di dalam pelakasanaanya supaya tujuan
pembelajaran yang akan diharapkan dapat tercapai.
2.3.6 Kerangka Rancangan Quantum Teaching
Apapun
mata pelajaran, tingkat kelas, atau pendengar, kerangka ini menjamin siswa
menjadi tertarik dan berminat pada setiap mata pelajaran. Kerangka ini juga
memastikan bahwa mereka mengalami pembelajaran, berlatih, menjadikan isi
pelajaran nyata bagi mereka sendiri dan mencapai sukses (De Porter, 2003). Di
bawah ini adalah tinjauan sekilas mengenai kerangka rancangan Quantum Teaching ( TANDUR) dan maknanya
yaitu (De Porter, 2003)
1.
Tumbuhkan
Tumbuhkan minat belajar siswa dengan
memuaskan rasa ingin tahu dalam bentuk : Apakah Manfaatnya Bagiku (AMBAK) jika
aku mengikuti topik pelajaran ini dengan guruku ? Tumbuhkan suasana yang
menyenangkan di hati siswa, dalam suasana relaks, tumbuhkan interaksi dengan
siswa, masuklah ke alam pikiran anda, yakinkan siswa mengapa harus mempelajari
ini dan itu, belajar adalah suatu kebutuhan siswa, bukan suatu keharusan.
Tumbuhkan pada niat yang kuat pada diri anda bahwa anda akan menjadi guru dan
pendidik hebat.
2.
Alami
Unsur ini mendorong hasrat alami otak
untuk “menjelajah”. Cara apa yang terbaik agar siswa memahami informasi?
Kegiatan apa yang dapat diberikan agar pengetahuan dan ketrampilan yang sudah dimiliki
siswa bertambah.
3.
Namai
Setelah siswa melalui pengalaman belajar
pada topik tertentu, ajak mereka untuk menulis di kertas, menamai apa saja yang
telah mereka peroleh, apakah itu informasi, rumus, pemikiran, tempat dan
sebagainya, ajak mereka untuk menempelkan nama-nama tersebut di dinding kelas
dan kamar tidurnya.
4.
Demonstrasikan
Melalui pengalaman belajar siswa mengerti
dan mengetahui bahwa dia memiliki kemampuan (kompetensi) dan informasi (nama)
yang cukup, sudah saatnya dia mendemonstrasiakan dihadapan guru, teman, maupun
saudara-saudaranya.
5.
Ulangi
Pengulangan memperkuat koneksi saraf dan
menumbuhkan rasa “aku tahu bahwa aku tahu ini!”.
6.
Rayakan
Perayaan adalah ekspresi kelompok atau
seseorang yang telah berhasil mengerjakan sesuatu tugas atau kewajiban dengan
baik. Jadi, jika siswa sudah mengerjakan tugas dan kewajiban dengan baik, layak
untuk dirayakan lewat : Bertepuk tangan, bernyanyi bersama-sama, atau secara
bersama-sama mengucapkan : “Aku Berhasil!”
2.4 Media Pembelajaran
Pengertian Media
Kata “
media” berasal dari bahasa Latin dan merupakan bentuk jamak dari kata “medium”,
yang secara harfiah berarti “perantara atau pengantar”. Dengan demikian, media
merupakan wahana penyalur informasi informasi belajar atau penyalur pesan (Tambunan dan Simanjuntak, 2010).
Banyak
batasan yang diberikan orang tentang media. Asosiasi Teknologi dan Komunikasi
Pendidikan (Associatian of Education and Communication Technology/AECT) di
Amerika, membatasi media sebagai bentuk dan saluran yang digunakan orang untuk
menyalurkan pesan/informasi. Gagne (1970) menyatakan bahwa media adalah
berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang merangsang untuk belajar.
Sementara itu Briggs (1970) berpendapat bahwa media adalah alat fisik yang
dapat menyajikan pesan serta merangsang siswa untuk belajar (Tambunan dan Simanjuntak, 2010).
Asosiasi
Pendidikan Nasional (National Aducation Associatioan/NEA) memiliki pengertian
yang berbeda. Media adalah bentuk-bentuk komunikasi baik tercetak maupun audio
visual serta peralatannya. Media hendaknya dapat dimanipulasi , dapat dilihat,
didengar atau dibaca. Apapun batasan, ada persamaan diantara batasan tersebut
yaitu bahwa media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan menyalurkan pesan
dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan,
perhatian, dan minat serta perhatian siswa sedemikian rupa sehingga proses
belajar terjadi.
2.5
Media Peta Konsep
Peta
Konsep adalah suatu ilustrasi grafis yang konkrit yang dapat menunjukkan
bagaimana suatu konsep berhubungan atau terkait dengan konsep-konsep yang lain
yang termasuk kategori yang sama. Peta konsep dapat merupakan suatu skema atau
ringkasan dari hasil belajar.
Media peta konsep adalah alat dasar
utama dari teori psikologi kognitif, pembentukan pengertian sebagai penjelasan
yang ringkas dan sebagai kerangka perbandingan yang dibentuk mulai dari inti
permasalahan sampai pada bagian pendukung yang mempunyai hubungan dengan yang
lainnya sehingga membentuk pengetahuan dalam mempermudah pemahaman suatu topik.
Peta Konsep membentuk jalinan antar
konsep yang dipelajari siswa. Dengan menggunakan petakonsep dalam pembelajaran
maka dapat diperkirakan kedalaman dan keluasan konsep yang diajarkan. Kaitan
antara konsep yang satu dengan konsep yang lainnya bagi peserta didik merupakan
hal yang penting dalam belajar, sehingga apa yang dipelajari peserta didik
menjadi lebih bermakna dan lebih mudah diingat.
Beberapa ciri-ciri petakonsep adalah
:
1. Peta
konsep ialah suatu cara untuk memperlihatkan konsep-konsep dari satu bidang
studi agar lebih jelas dan bermakna.
2. Peta
konsep merupakan suatu gambar yang berbentuk dua dimensi dari suatu bidang
studi atau suatu bagian dari bidang studi yang memperlihatkan tata hubungan
antara konsep-konsep,. Peta konsep memperlihatkan hubungan-hubungan konsep
antara satu dengan yang lainnya.
3. Setiap
konsep memiliki bobot yang berbeda antara satu dengan yang lainnya, ia dapat
berbentuk aliran air, cabang pohon, urutan kronologis dan lain sebagainya.
4. Peta
konsep berbentuk hirarki, manakala suatu konsep dibawahnya terdapat beberapa
konsep, maka konsep itu lebih terurai secara jelas sehingga apapun yang
berkaitan dengan konsep tersebut akan timbul.
Langkah-langkah
pengembangan petakonsep adalah :
a) Menuliskan
di kertas seluruh konsep atau nama topik yang berkaitan dengan bidang umum yang
diajarkan.
b) Memperhatikan
adanya fakta-fakta (contoh-contoh) khusus yang penting untuk dipelajari siswa.
c) Memilih
konsep yang paling umum dan ditempatkan di bagian atas kertas.
d) Menambahkan
berikutnya konsep yang lebih khusus di bawah konsep umum tadi. Hubungkan
keduanya dengan garis penghubung yang diberi lebel penghubung.
e) Setelah
penulisan konsep yang lebih khusus di baris kedua, melanjutkan penuisan konsep
lain yang lebih khus di baris ketiga, dan seterusnya.
f) Melengkapi
dengan garis penghubung antar konsep sehingga seluruh hirarki menyerupai
piramida. Jangan lupa menuliskan label penghubungpada garis tersebut untuk
menunjukkan keteraturan antar konsep.
g) Setelah
seluruh peta konsep terbentuk, menandai konsep khusus yang terutama menarik
bagi siswa atau tingkat kesulitannya tepat bagi siswa.
Manfaat
peta konsep
Dalam dunia pendidikan, peta konsep
dapat diterapkan untuk berbagai tujuan. Menurut Dahar (1989) manfaat peta konsep antara lain :
1. Menyelidiki
apa yang telah diketahui siswa.
2. Mempelajari
cara belajar siswa.
3. Mengungkap
konsep yang salah
4. Sebagai
alat evaluasi.
2.6 Hidrokarbon
Senyawa hidrokarbon merupakan
senyawa karbon yang paling sederhana. Dari namanya, senyawa hidrokarbon adalah
senyawa karbon yang hanya tersusun dari atom hidrogen dan atom karbon. Dalam
kehidupan sehari-hari banyak kita temui senyawa hidrokarbon, misalnya minyak
tanah, bensin, gas alam, plastik dan lain-lain. (http://sahri.ohlog.com/hidrokarbon.cat3518.html)
Atom karbon memiliki empat
elektron pada kulit terluarnya, sehingga untuk mencapai susunan elektron yang
stabil seperti susunan elektron gas mulia memerlukan empat elektron lagi.
Setiap atom karbon dapat membentuk empat ikatan kovalen dengan atom lain.
Kekhasan atom karbon adalah kemampuan atom karbon ini untuk berikatan dengan
atom karbon lainnya.
Kemampuan atom karbon
mengikat atom karbon lain menyebabkan atom karbon mempunyai empat macam
kedudukan yaitu :
1) Atom C
primer adalah atom C yang mengikat satu atom C lainnya.
2) Atom C sekunder
adalah atom C yang mengikat dua atom C lainnya.
3) Atom C
tersier adalah atom C yang mengikat tiga atom C lainnya.
4) Atom C
kwarterner adalah atom C yang mengikat empat Atom C lain.
Berdasarkan ikatan yang terdapat pada rantai karbonnya, hidrokarbon
dibedakan menjadi dua, yaitu:
1) Hidrokarbon
Jenuh, yaitu hidrokarbon yang
memiliki ikatan tunggal antaratom C. Hirdokarbon ini disebut alkana.
2) Hidrokarbon
Tak Jenuh, yaitu hidrokarbon yang
memiliki ikatan rangkap antaratom C. Hidrokarbon yang memiliki ikatan rangkap
dua antaratom C disebut alkena,
sedangkan hidrokarbon yang memiliki ikatan rangkap tiga antaratom C disebut alkuna.
Penggolongan hidrokarbon
berdasarkan bentuk rantai karbon yaitu hidrokarbon alifatik, alisiklik atau
aromatik. Hidrokarbon alifatik adalah hidrokarbon rantai terbuka yang meliputi
rantai karbon lurus dan rantai karbon bercabang. Sedangkan hidrokarbon alisiklik
dan aromatis memiliki rantai lingkar (tertutup). Rantai lingkar pada
hidrokarbon aromatis berikatan konjugat, yaitu ikatan tunggal dan rangkap
berselang seling
1.
Alkana
Senyawa alkana merupakan hidrokarbon alifatik (rantai
lurus) jenuh, yaitu hidrokarbon dengan rantai terbuka dan semua ikatan
karbon-karbon merupakan ikatan tunggal.
Rumus umum senyawa alkana dapat dinyatakan
dengan rumus CnH2n+2. Satu kelompok senyawa karbon dengan
rumus umum yang sama dan sifat yang mirip disebut suatu homolog.
Rumus molekul dan nama alkana
dengan jumlah atom karbon 1 sampai 10, ditunjukkan oleh tabel 2.1 berikut:
Tabel 2.1. Nama dan Rumus Molekul Senyawa Alkana Rantai Lurus
No
|
Nama
|
Rumus Molekul
|
1
|
Metana
|
CH4
|
2
|
Etana
|
C2H6
|
3
|
Propana
|
C3H8
|
4
|
Butana
|
C4H10
|
5
|
Pentana
|
C5H12
|
6
|
Heksana
|
C6H14
|
7
|
Heptana
|
C7H16
|
8
|
Oktana
|
C8H18
|
9
|
Nonana
|
C9H20
|
10
|
Dekana
|
C10H22
|
(Sutresna : 2007)
Tata
nama senyawa alkana :
1)
Alkana rantai lurus
Rantai
lurus diberi nama normal atau disingkat dengan n-.
2) Alkana
rantai cabang
Untuk memberi nama hidrokarbon yang bercabang, maka perlu mengenal
gugus-gugus yang bernama alkil, yaitu
senyawa alkana yang kehilangan satu atom H, dengan rumus umum CnH2n+1.
Gugus alkil terikat pada rantai utama. Nama gugus alkil disesuaikan dengan nama
alkana asalnya, tetapi akhiran –ana
diganti –il (alkana menjadi alkil).
Tabel 2.2. Beberapa Contoh Gugus Alkil dari Senyawa Alkananya
Alkana
|
Nama
|
Gugus
Alkil
|
Nama
|
CH4
C2H6
C3H8
C6H14
C8H18
|
Metana
Etana
Propana
Heksana
Oktana
|
CH3
C2H5
C3H7
C6H13
C8H17
|
Metil
Etil
Propil
Heksil
Oktil
|
Cara memberi nama alkana berdasarkan aturan IUPAC (International Union of Pure and Applied Chemistry) sebagai berikut:
a)
Tentukan rantai karbon terpanjang (rantai utama).
b)
Tentukan cabang-cabang alkil.
c)
Penomoran dimulai dari atom C yang terletak paling
dekat ke atom C yang mengikat gugus cabang.
d)
Jika terdapat lebih dari satu rantai cabang yang sama,
rantai cabang tersebut diberi awalan sebagai berikut :
2 = di 5
= penta 8 = okta
3 = tri 6
= heksa 9 = nona
4 = tetra 7
= hepta 10= deka
e)
Penulisan urutan gugus alkil yang berbeda berdasarkan
abjad.
f)
Gabungkan nomor dan nama cabang ke dalam rantai utama,
sehingga urutan penamaannya sebagai berikut:
Nomor
Cabang – Nama Cabang – Nama Rantai Utama
Sumber dan kegunaan alkana
Alkana dalam kehidupan sehari
– hari adalah sebagai bahan bakar, pelarut, sumber hidrogen, pelumas, bahan
baku untuk senyawa organik lain dan bahan baku industri.
Sifat Fisik Alkana
Alkana
yang mempunyai rantai karbon panjang mempunyai titik didih dan titik lebur yang
lebih tinggi dibandingkan dengan alkana yang berantai karbon pendek.
Titik didih alkana naik searah
dengan jumlah atom karbonnya. Pada suhu ruang dengan takanan 1 atm, alkana
dengan C1 sampai C4 berwujud gas, C5 sampai C17 berwujud cair, dan selanjutnya
berwujud padatan.
2.
Alkena
Alkena adalah hidrokarbon alifatik tak jenuh dengan
satu ikatan rangkap dua (-C=C-). senyawa yang memiliki dua ikatan rangkap
disebut alkadiena. Rumus umum senyawa alkena adalah CnH2n.
Rumus molekul dan nama alkena dengan jumlah atom karbon 2 sampai 10,
ditunjukkan oleh tabel 2.3 berikut:
Tabel 2.3. Nama dan Rumus Molekul Senyawa Alkena Rantai Lurus
No
|
Nama
|
Rumus Molekul
|
2
|
Etena
|
C2H4
|
3
|
Propena
|
C3H6
|
4
|
Butena
|
C4H8
|
5
|
Pentena
|
C5H10
|
6
|
Heksena
|
C6H12
|
7
|
Heptena
|
C7H14
|
8
|
Oktena
|
C8H16
|
9
|
Nonena
|
C9H18
|
10
|
Dekena
|
C10H20
|
Tata
nama senyawa alkena :
1)
Rantai lurus
a)
Nama alkena di dapat dari nama alkana yang sesuai
(jumlah atom karbonnya sama) dengan mengubah akhiran ‘ana’ menjadi ‘ena’.
b)
Ikatan antara C C di beri nomor, untuk menunjukkan
tempat ikatan rangkap.
Contoh
:
2-pentena
2)
Rantai bercabang
a)
Tentukan rantai karbon terpanjang (rantai utama).
b)
Penomeran untuk atom C dimulai dari salah satu ujung
rantai sedemikian sehingga ikatan rangkap mendapat nomor terkecil.
c)
Aturan penomoran lainnya seperti pada senyawa alkana.
Contoh:
7 6
5 4 3
2 1
3,6-dimetil-3-heptena
Perhatikan
bahwa pemberian nomor atom C tidak dimulai dari arah yang cabang metilnya lebih
dekat ke ujung rantai, melainkan dimulai dari arah penomeran untuk ikatan
rangkapnya.
Sumber
dan Kegunaan Alkena
Alkena
dibuat dari alkana melalui pemanasan atau dengan bantuan katalisator, proses
yang disebut juga cracking. Alkena khususnya
suku – suku rendah adalah bahan baku industri yang sangat penting, misalnya
untuk membuat plastik, karet sintetik, dan alkohol.
Sifat Fisik Alkena
Titik didih alkena naik searah
dengan jumlah atom karbonnya. Pada suhu ruang dengan tekanan 1atm alkena dengan
C1 sampai C3 berwujud gas, C4 sampai C18 berwujud cair dan selanjutnya berwujud
padatan.
3.
Alkuna
Alkuna
adalah hidrokarbon alifatik tak jenuh, yang mengandung ikatan rangkap tiga (C≡C).
Golongan alkuna yang paling sederhana yaitu etuna, dengan jumlah atom C = 2.
Rumus umum alkuna adalah CnH2n-2. Rumus molekul dan
nama alkuna dengan jumlah atom karbon 2 sampai 10, ditunjukkan oleh tabel 2.3 berikut:
Tabel 2.4. Nama dan rumus molekul senyawa alkuna rantai lurus
No
|
Nama
|
Rumus Molekul
|
2
|
Etuna
|
C2H2
|
3
|
Propuna
|
C3H4
|
4
|
Butuna
|
C4H6
|
5
|
Pentuna
|
C5H8
|
6
|
Heksuna
|
C6H10
|
7
|
Heptuna
|
C7H12
|
8
|
Oktuna
|
C8H14
|
9
|
Nonuna
|
C9H16
|
10
|
Dekuna
|
C10H18
|
Aturan pemberian nama alkuna,
baik dalam rantai lurus maupun bercabang, sama dengan aturan pemberian nama
pada alkena. Akan tetapi,
nama
alkuna diturunkan dari nama alkana yang sesuai dengan mengganti akhiran “-ana” menjadi “-una”.
Contoh :
6-etil-3-metil-4-oktuna
Sifat Fisik Alkuna
Titik didih alkuna naik searah dengan jumlah atom karbonnya. Pada
suhu ruang dengan 1 atm alkena dengan C1 sampai C3 berwujud gas, C4 sampai C18
berwujud cair dan selanjutnya berwujud padatan.
4.
Keisomeran Senyawa Hidrokarbon
Senyawa hidrokarbon dapat membentuk isomer (berasal dari bahasa
Yunani : iso = sama dan meros = bagian). Jadi, isomer adalah
senyawa yang memiliki rumus molekul yang sama, tetapi struktur molekulnya
berbeda.
Terdapat 2 jenis isomer senyawa hidrokarbon, yaitu:
a) Keisomeran
struktur dapat berupa isomer rangka, posisi dan gugus fungsi. Isomer rangka
adalah keisomeran karena perbedaan kerangka atom diantara senyawa – senyawa
dengan rumus molekul sama. Senyawa – senyawa yang merupakan isomer kerangka
mempunyai panjang rantai karbon yang berbeda.
Contoh :
n-butana
isobutana
Isomer posisi adalah senyawa dengan rumus
molekul dan gugus fungsional sama, namun memiliki posisi gugus fungsional
berbeda.
Contoh :
1-butena
2-butena
b) Keisomeran
ruang dapat dibedakan atas isomer geometri
dan isomer optik. Isomer geometri adalah
senyawa dengan rumus molekul, gugus fungsional, dan posisi gugus fungsional
yang sama, namun bentuk geometri berbeda. Isomer geometri terdiri atas isomer cis-trans.
Contoh :
cis-2-butena trans-2-butena
(Sutresna, 2007)
Reaksi-Reaksi Hidrokarbon
1)
Reaksi oksidasi (reaksi pembakaran)
Pembakaran
hidrokarbon dengan oksigen menghsilkan C,CO,CO2 dan H2O
bergantung pada pembakaran sempurna atau tidak. Reaksi tersebut merupakan
reaksi redoks. Perhatikan perubahan bilangan oksidasi masing-masing unsur dalam
senyawanya pada reaksi pembakaran tertentu.
(g) + 2O2 (g) CO2
(g) +
2 H2O (g)
Metana oksigen karbondioksida
2)
Reaksi substitusi
Reaksi substitusi adalah reaksi penggantian suatu atom
oleh atom lain.
+ Cl2
+
H – Cl
Klorometana
3)
Reaksi adisi
Reaksi adisi adalah reaksi pengubahan ikatan rangkap
menjadi ikatan tunggal.
·
Reaksi alkena dengan halogen menghasilkan dihaloalkana
+ Br –Br
Propena 1,2
dibropropana
·
Adisi alkena dengan hidrogen menghsilkan alkana
+ H-H
2-butena n-butana
·
Adisi alkena dengan hidrogen halida (HX) menghasilkan alkil
halida.
+ HX
Alkena alkil
halida
·
Adisi alkena dengan air (H2O) menghasilkan alkohol
(R-OH)
+ H-OH
Propena 2-propanol
4)
Reaksi eliminasi
Reaksi eliminasi adalah
reaksi pelepasan suatu molekul(YZ) dari atom-atom yangberdekatan dalam suatu
pereaksi.
+
YZ
2.7 Kerangka Konseptual
Proses belajar mengajar di sekolah
merupakan kegiatan penting yang harus dilakukan di sekolah. Melalui proses
belajar mengajar di sekolah akan menghasilkan atau menciptakan manusia yang berprestasi di bidangnya masing-masing. Hal ini dapat dicapai jika proses
mengajar itu berlangsung dengan baik. Untuk meningkatkan hasil belajar
yang baik maka diperlukan metode atau model pembelajaran yang sesuai agar
pelajaran tersebut lebih mudah dimengerti dan dipahami.
Model
pembelajaran Quantum Teaching adalah
suatu model pembelajaran alternatif yang dapat membantu menumbuhkan minat
peserta didik untuk terus belajar dengan semangat. Quantum Teaching adalah suatu metode pengajaran yang mampu
menciptakan rasa senang dalam diri peserta didik pada saat proses kegiatan belajar
mengajar. Quantum Teaching
menguraikan cara-cara baru yang memudahkan proses belajar siswa dengan cara
bagaimana guru memudahkan unsur-unsur seni dan strategi pencapaian tujuan yang
sistematis (DePorter, 2003). Menurut Combs apabila kita ingin memahami perilaku
anak kita harus mencoba memahami dunia persepsi anak itu. Apabila suatu
perbuatan menyenangkan maka perbuatan itu cenderung diulangi , dan apabila
tidak menyenangkan maka ia cenderung menolaknya (Tambunan dan Simanjuntak,
2010)
Dengan dukungan media yang digunakan
peserta didik akan mengikuti perkembangan dan perubahan struktur kognitif
dengan media peta konsep dalam proses belajar mengajar sehingga dengan mudah
akan dapat mengingat apa yang telah diterima. Rasa tertarik dan kenyamanan
siswa dalam belajar di sekolah akan semakin memacu semangat siswa dalam belajar
dan mengulangi pelajaran tersebut. Jika semakin sering mengulangi maka
pengetahuan yang diterima oleh siswa akan masuk ke memori jangka panjangnya
sehingga akan mengingat dalam jangka waktu lama dan ketika dievaluasi maka
pengetahuan itu akan muncul dengan segera (santrock, 2008), tentunya akan
meningkatkan hasil belajar peserta didik.
2.8 Uji Hipotesis
Hipotesis
Verbal
Ho: Hasil
belajar melalui Penerapan model pembelajaran Quantum teaching dengan Media Peta Konsep tidak
lebih baik daripada hasil belajar melalui pembelajaran tanpa model Quantum
teaching dan dengan media peta konsep.
Ha: Hasil
belajar melalui Penerapan model pembelajaran
Quantum teaching dengan Media Peta Konsep lebih baik daripada hasil belajar
melalui pembelajaran tanpa model Quantum teaching dan dengan media peta konsep
Hipotesis Statistik
Ho = µ1
≤ µ2
Ha = µ1
> µ2
BAB
III
METODE
PENELITIAN
3.1.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian
dilaksanakan di kelas X semester I SMA Negeri 1 Parapat Girsang Sipanganbolon .
Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan April-Mei 2012
3.2.
Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi
penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X SMA Negeri 1 Parapat yang terdiri
dari 7 kelas dan masing-masing kelas terdiri dari rata-rata 40 orang siswa.
Sampel diambil secara random sampling yaitu sebanyak 2 kelas yang dijadikan
sebagai kelas eksperimen I dan kelas
eksperimen II.
3.3.
Variabel Penelitian
Adapun
yang menjadi variabel penelitian adalah:
1.
Variabel Bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pembelajaran
dengan menggunakan model pembelajaran Quantum
Teaching dengan media peta konsep
pada pokok bahasan Hdrokarbon di kelas X SMA.
2.
Variabel Terikat
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah hasil belajar kimia siswa kelas X SMA pada pokok
bahasan Hidrokarbon.
3. Variabel kontrol dalam penelitian ini adalah :
a.
Bahan ajar : kelompok eksperimen I dan kelompok eksperimen
II mendapat materi yang sama yaitu hidrokarbon.
b.
Waktu : banyaknya waktu yang
digunakan untuk pengajaran di kelompok eksperimen I dan kelompok eksperimen II adalah sama yaitu 2x45 menit setiap pertemuan.
c.
Guru yang mengajar sama.
3.4.
Rancangan Penelitian
Penelitian ini bersifat eksperimental. Dalam melaksanakan
penelitian melibatkan 2 perlakuan yang berbeda antara kelas eksperimen I dan kelas eksperimen II. Disain
penelitian yang digunakan adalah Rancangan Uji Awal dan Akhir Kelompok Kontrol
Acak (Randomized Control-Group Pretest-Posttest Design).
Tabel
3.1. Rancangan Penelitian
Kelas
|
Pre-Test
|
Perlakuan
|
Post-Test
|
Eksperimen
1
|
T1
|
X1
|
T2
|
Eksperimen
2
|
T1
|
X2
|
T2
|
Keterangan :
X1 :Perlakuan melalui pembelajaran
Quantum Teaching dengan media peta konsep
X2 :Perlakuan melalui metode
ceramah dan tanya jawab dengan media peta konsep
T1
: Pre-Test
T2 :
Post-Test
Langkah-langkah
yang dilakukan dalam pengumpulan data adalah sebagai berikut
1. Tahap
persiapan
a. Menyusun
jadwal penelitian
b. Membuat
rencana pelaksanaan pembelajaran
c. Menyiapkan
instrumen penelitian
2. Tahap
pelaksanaan
a.
Menentukan
kelas sampel dari populasi yang ada secara random sampling.
b.
Memberikan
pretest untuk mengetahui hasil belajar awal siswa.
c.
Menentukan
kelas eksperimen I dan kelas eksperimen II.
d.
Melakukan
pengajaran dengan menggunakan model pembelajaran Quantum Teaching dengan peta konsep pada kelas eksperimen
I dan tanpa model pembelajaran Quantum Teaching (metode ceramah dan tanya jawab) dengan media peta konsep
pada kelas eksperimen II.
e.
Memberikan
postest untuk mengetahui hasil belajar akhir siswa.
f.
Mengolah
kemudian menganalisis data hasil tes.
g.
Melakukan
uji hipotesis.
h.
Kesimpulan
Penelitian
ini dapat didesain sebagai berikut : Gambar 3.1. Skema Penelitian
POPULASI
|
Post - Test
|
SAMPEL
|
Pre-test
|
Kelas eksperimen I
Pembelajaran dengan menggunakan model Quantum Teaching dengan media peta konsep
|
Kelas eksperimen II
Pembelajaran melalui metode ceramah dan
tanya-jawab dengan media peta konsep
|
Hasil Belajar
|
Pengumpulan data
|
Kesimpulan
|
Analisis Data
|
3.5.
Teknik Pengumpulan Data
Data dalam penelitian ini termasuk data kuantitatif yaitu
berupa hasil belajar siswa pada pokok bahasan Hidrokarbon. Instrumen yang
digunakan untuk mengumpulkan data hasil belajar siswa adalah tes yang berbentuk
pilihan ganda dengan 5 pilihan jawaban.
Sebelum dilakukan penelitian, instrumen
yang telah disusun terlebih dahulu diuji cobakan untuk mengetahui validitas,
reliabilitas, daya beda, dan tingkat kesukaran tes. Untuk
mengujinya maka dalam penelitian ini
akan digunakan analisis sebagai berikut :
3.5.1.
Uji Validitas Tes
Menurut Arikunto (2006) bahwa validitas merupakan suatu ukuran
yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan sesuatu instrumen. Untuk menghitung validitas tes digunakan
rumus koefisien korelasi product moment yaitu :
r
=
Dimana : N = Jumlah seluruh sampel
r
= Koefisien korelasi
X =
Nilai untuk setiap item tes
Y =
Nilai total seluruh item tes
Dengan kriteria : item tes dinyatakan
valid jika rxy >rtabel
(α = 0,05).
3.5.2.
Uji Reliabilitas Tes
Suatu instrument dikatakan reliable, berarti instrument ini cukup
baik sehingga dapat mengungkapkan data yang dipercaya. Untuk menguji reabilitas tes digunakan
rumus Kuder dan Richardson (KR-20), (Arikunto, 2006).
Keterangan : R11= koefisien reliabilitas
instrumen
K
= jumlah butir instrumen
S2=
varians total
p=
proporsi subjek yang menjawab benar
q=
proporsi subjek yang menjawab salah (q=1-p)
Dengan kriteria pengujian:
Jika r hitung > r tabel untuk α = 0,05
maka tes tersebut dinyatakan reliabel.
3.5.3. Tingkat Kesukaran Tes
Bermutu atau tidaknya butir-butir item tes hasil belajar
dapat diketahui dari derajat kesukaran atau taraf kesulitan yang dimiliki oleh
masing-masing butir item tersebut. Butir-butir item tes dapat dinyatakan
sebagai butir-butir item yang baik, apabila butir-butir item itu tidak terlalu
sukar dan tidak pula terlalu mudah
dengan kata lain derajat kesukaran item itu sedang atau cukup.
Rumus yang digunakan untuk menentukan tingkat kesukaran
soal adalah:
P
=
(Arikunto, 2009)
Dimana:
P : indeks
kesukaran item.
B : jumlah
peserta tes yang menjawab benar
JS : jumlah
peserta tes
Penafsiran terhadap angka indeks kesukaran
item dikemukakan sebagai berikut:
Tabel: 3.2. Klasifikasi Tingkat
Kesukaran Soal
Besar P
|
Interpretasi
|
P< 0.30
0.30 ≤ P ≤ 0.70
0.70 < P
|
Terlalu sukar
Cukup (sedang)
Terlalu mudah
|
3.5.4. Daya Pembeda Tes
Daya
pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara siswa
yang berkemampuan tinggi (pandai) dengan siswa yang berkemampuan rendah (kurang
pandai).
Untuk menentukan daya beda masing-masing item tes dengan rumus (Arikunto, 2009)
yaitu :
D
=
Dengan :
D =
Daya pembeda
BA =
Jumlah siswa yang menjawab benar pada kelompok atas
BB = Jumlah siswa yang menjawab benar pada kelompok bawah
JA =
Jumlah siswa pada kelompok atas
JB = Jumlah siswa pada kelompok bawah
JB
= Banyaknya peserta kelompok bawah
Klasifikasi daya pembeda :
D =
0,00-0,20 : Soal dikategorikan jelek
D =
0,21-0,40 : Soal dikategorikan cukup
D =
0,41-0,70 : Soal dikategorikan baik sekali
D = Negatif, tidak baik maka soal yang
mempunyai nilai negatif sebaiknya
dibuang saja
3.6 Teknik Analisis Data
Data yang diperoleh dari hasil penelitian dianalisis dengan langkah-langkah
sebagai berikut :
1.
Menghitung
skor mentah
2.
Menghitung
nilai rata-rata dan simpangan baku
a.
Menentukan
nilai rata-rata
Keterangan :
X = Mean
nilai siswa
∑Xi = Jumlah
nilai siswa
N = Jumlah sampel
b.
Menghitung
standard deviasi
Standard deviasi dapat dicari dengan rumus:
Selanjutnya menghitung varians dengan memangkat duakan
standard deviasi.
3.6.1 Uji
Normalitas
Uji
normalitas ini dilakukan untuk mengetahui apakah data yang digunakan
berdistribusi normal atau tidak, untuk itu digunakan pengujian normalitas data
dengan Chi kuadarat (X2) (Silitonga, 2011). Langkah – langkah yang
harus dilakukan adalah:
1.
Menentukan
jumlah kelas interval diamna untuk uji Chi kuadrat jumlah interval ditetapkan
6, sesuai dengan 6 bidang kurva normal baku.
2.
Menentukan
panjang kelas interval (PK), dengan rumus:
PK =
3.
Menghitung standar deviasinya (S)
4.
Membuat tabel penolong
5.
Membandingkan
harga Chi kuadrat hitung dengan Chi kuadrat tabel, yang dperoleh dari
persamaan:
Dimana
: fo = frekuensi/jumlah data hasil observasi
fh = frekuensi/jumlah data yang diharapkan
(persentase luas bidang dikalikan dengan banyaknya data)
X2 = harga Cji kuadrat
6.
Kriteria
pengujian dengan α = 0.05 dan db = k-1, k adalah banyaknya kelas. Jika X2 hitung
< X2tabel, maka
sampel dari populasi berdistribusi normal
3.6.2
Uji Homogenitas
Uji homogenitas ini dilakukan untuk mengetahui apakah
data nilai postes homogen atau tidak. Untuk menguji homogenitas
ini digunakan rumus varians (Sudjana, 2005) :
Fhitung =
F
hitung dikonsultasikan dengan tabel distribusi frekuensi F(α = 0.05).
Jika Fhitung < Ftabel
maka kedua kelompok sampel berasal dari populasi yang homogen.
3.6.3
Uji Hipotesis
Untuk
menguji hipotesis digunakan rumus uji-t (pihak kanan) untuk n1≠ n2
(Sudjana, 2005) pada persamaan 3.8.
(Silitonga,
2011)
Dimana:
SP =
t hitung =
Harga t hasil perhitungan
=
Rata-rata gain kelas eksperimen.
=
Rata-rata gain kelas kontrol.
n1 = Jumlah siswa kelas eksperimen
n2 = Jumlah siswa kelas kontrol
S12 =
Varians kelas eksperimen
S22 = Varians kelas control
Sp = varians gabungan
Hipotesis
Ha diterima apabila thitung > ttabel, dimana ttabel
diperoleh dari daftar distribusi t dengan α = 0,05 dan dk = n1 + n2 – 2.
3.6.4
Uji Peningkatan Hasil Belajar (Gain)
Peningkatan hasil belajar siswa yang diajar dengan menggunakan
model pembelajaran Quantum Teaching dapat dilihat dengan
menggunakan rumus :
Dengan kriteria :
g
< 0,3 = Rendah
0,3
< g < 0,7 = Sedang
g
> 0,7 = Tinggi
Artikel terkait
:
Makasih mas,,posting yang sangat bermanfaat khususnya bagi tugas kuliah saya.. tapi kepustakaannya/referensinya ga ada mas ?
BalasHapustrimakasih juga atas kunjungannya
BalasHapususul saya coba tanya ke pembingbingnya apa bisa sumbernya dari internet
klw bisa buat aja sumbernya alamat html artikel ini. trimakasih
sebenarnya di Pd saya ad daftar pustakanya tapi sengaja tdk saya masukkan.